Kemarin ngobrol dengan kakak via BBM. Kakak mengungkapkan kekagetannya menerima kabar dari salah satu saudara kami bahwa Papa kami baru saja membeli tanah kavling di Tanah Kusir. Alasannya karena selama ini sepengetahuannya, Papa kepingin kelak dikuburkan di kampung. Rupanya kakak belum tahu bahwa Papa sudah lama berniat dikuburkan di Jakarta kelak.
Dan baru 2 hari sebelumnya Papa menunjukkan kepada saya dimana Papa menyimpan map yang isinya dokumen dari Al Azhar perihal layanan pemandian jenazah. Kata Papa, "Papa simpan di meja sini. Nanti ngga bingung lagi nyarinya ya."
Semua ini saya ceritakan ke suami. Dan tanggapan suami membuat saya terdiam...
Suami salut pada semua persiapan-persiapan yang dilakukan Papa. Artinya, Papa tidak mau merepotkan semua orang, terutama keluarganya.
Suami bilang orang itu sendirilah yang mengerti apakah dirinya sakit atau sehat. Lalu suami bercerita mengenai Papi-nya, almarhum ayah mertua saya, yang sudah lebih dulu pergi, bahkan sebelum saya mengenal suami. Mengenai apa yang terjadi (ini bukan pertama kalinya saya mendengar cerita ini. :) )
Dan cerita suami membuat saya berpikir. Membuat saya diingatkan kembali. Saya belum banyak berbuat untuk Papa. Bahkan sampai saat ini masih banyak keputusan-keputusan Papa yang saya dan keluarga masih tidak setuju, meskipun kami semua sepakat bahwa Papa menginginkan yang terbaik untuk kami, yang sayangnya tidak selalu kami anggap yang terbaik untuk kami juga. Aku ingat sekali Papa pernah berkata bahwa Papa akan mengikuti kemauan kami karena Papa tak ingin 'disalahkan' setelah meninggal nanti. Ya, keluarga besar berarti pemikiran yang banyak karena banyak kepala. Tak mudah menyatukan semua itu.
Tapi suami benar. Papa sudah terlalu tua. Papa memang masih memiliki kegiatan, tapi seharusnya kegiatan itu tidak menyita pikiran seperti sekarang ini. Atau, seharusnya kami tidak menambahi pikiran Papa dengan hal-hal lain yang seharusnya kami selesaikan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar